Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar. Alhamdulillahil ladzii dzahaba bi syahri kadzaa wa jaa-a bi syahri kadzaa.
Yaa Allah Yaa Rahman 🤲
Terima kasih atas hembusan nafas yang teah kau berikan pagi ini, sehingga kami bisa bangun di pagi hari dan mensyukuri nikmat yg telah Engkau berikan...
Yaa Allah Yaa Razzaq...
Berikanlah kami dan keluarga rezeki yang halal, yang baik, yang berkah dan yang cukup, agar kami bisa bermanfaat dan terus membantu mereka yang membutuhkan uluran tangan kami 🤲🏻
Yaa Allah Ya Sami
Engkau yang maha mendengar segala hal yang kami minta dan kami butuhkan, semoga Engkau mengabulkan do'a yang kami panjatkan setiap hari.._ 🤲🏻
Yaa Allah Yaa Salam
Berikanlah keselamatan, keberuntungan, kemudahan dan kebahagian kepada kami sekeluarga di dunia maupun di akhirat.
Ya Allah jadikanlah kami hamba yang terus bersyukur dan terus meminta pertolonganMu.
Robbana Aatina Fiddun Yaa Hasanah Wafil Aakhirati Hasanah waqina adzabannar 🤲🏻Aamiin, aamiin, aamiin Yaa Rabbal'Alaamiin 🤲
Dwi - Seruni Foundation🙏
RENUNGAN TAHAJUD
Selasa,
16 Jum awwal 1444
10 Des 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
*Pada Hari Kiamat Setiap Orang Akan Berlari Dari Anak, Istri Dan Orangtuanya*
Salah satu yang menunjukkan dahsyatnya hari kiamat adalah seseorang yang lari dari ayah dan ibunya, lari dari anak-istrinya dan lari dari saudaranya di hari kiamat. Ia harus fokus dengan urusan diri sendiri di hari kiamat.
Allah Ta'ala berfirman,
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. (QS. ‘Abasa: 34-37).
Mengapa demikian?
Kejadian hari kiamat sangat dahsyat dan sangat sulit dibayangkan oleh akal manusia. Misalnya Allah Tabarakallah wa Ta'ala jadikan anak kecil tiba-tiba menjadi beruban rambutnya karena dahsyatnya hari kiamat.
Allah Ta'ala berfirman,
فَكَيْفَ تَتَّقُونَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا
“Bagaimana mungkin kalian bisa bertaqwa sementara kalian tetap kafir kepada hari kiamat yang menjadikan anak-anak beruban.” (Al-Muzammil: 17)
Demikian juga seorang Ibu yang sangat menyanyangi bayinya. Ketika terjadi kiamat, sang ibu akan melalaikan (tidak peduli) dengan bayi yang sedang ia susui.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَىٰ وَمَا هُمْ بِسُكَارَىٰ وَلَٰكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ
“Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu. Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah), pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, semua wanita yang menyusui anaknya lalai terhadap anak yang disusuinya, dan semua wanita yang hamil gugur kandungan. Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi adzab Allah itu sangat keras.” (QS.al-Hajj:1-2)
Salah satu yang menunjukkan dahsyatnya hari kiamat adalah seseorang yang lari dari ayah dan ibunya, lari dari anak-istrinya dan lari dari saudaranya di hari kiamat.
Padahal secara logika dan tabiat manusia, mereka akan sangat senang berjumpa dengan keluarga mereka setelah lama tidak berjumpa karena dipisahkan oleh kematian.
Ternyata sebab mereka lari dan menghindar adalah karena mereka takut dituntut oleh anak-istri, ayah dan ibu dan keluarganya.
Dituntut kenapa dahulu di dunia ia tidak menunaikan kewajiban sebagai ayah dan suami, salah satunya harus mendidik agama bagi keluarganya. Ia juga harus fokus dengan urusan diri sendiri di hari kiamat.
Allah Ta'ala berfirman,
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”. (QS. ‘Abasa: 34-37)
Tafsir AL-Qurthubi menjelaskan,
أي تجيء الصاخة في هذا اليوم الذي يهرب فيه من أخيه ; أي من موالاة أخيه ومكالمته ; لأنه لا يتفرغ لذلك ، لاشتغاله بنفسه
“Yaitu ketika datangnya hari kiamat ia akan lari dari saudaranya yaitu lari dari berdekatan dan berbicara dengan saudaranya (keluarga). Ia tidak fokus (terlalu peduli) dengan hal tersebut karena sibuk dengan urusan dirinya.” [Tafsir Al-Qurtubi]
Hal ini tidak mengherankan, karena pada hari kiamat dua orang sahabat yang sangat akrab di dunia, kelak di akhirat bisa jadi bermusuhan karena persahabatan mereka tidak dibangun di atas takwa kepada Allah Tabarakallah wa Ta'ala.
Misalnya ketika tiba waktu shalat, tidak ada satu pun di antara mereka yang mengingatkan agar shalat, mereka terus bermain-main dan beraktivitas. Kelak, mereka akan saling menyalahkan dan saling bermusuhan di hari kiamat.
Allah Ta'ala berfirman,
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”. (Az Zukhruf: 67)
Syaikh Abdurrahman As- Sa’diy menafsirkan,
لأن خلتهم ومحبتهم في الدنيا لغير اللّه، فانقلبت يوم القيامة عداوة
“Karena persahabatan dan kecintaan mereka di dunia bukan karena Allah, maka berubah menjadi permusuhan di hari kiamat.”[TafsirAs-Sa’diy]
Allahul musta'an.
Semoga bermanfaat.
RENUNGAN TAHAJUD
Ahad,
17 Jum awwal 1444
11 Des 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Nikmati Momen Terindah dalam Hidupmu
– Setiap manusia memiliki momen terindah dalam hidupnya. Dan setiap orang punya pemahaman yang berbeda-beda tentang momen terindah tersebut.
Bagi si A memiliki anak adalah momen terindah dalam hidupnya, tapi bagi si B mungkin itu biasa saja. Semuanya tergantung pada pemahaman, pola pikir dan keyakinan mereka masing-masing.
Lalu bila kita bertanya, apa momen terindah bagi seorang hamba menurut Al-Qur’an?
Maka kita akan menemukan jawaban bahwa momen terindah bagi seorang hamba adalah ketika ia bersimpuh, bermunajat, mengemis, memohon dan meminta kepada Sang Pencipta.
Dari sini kita bisa merenungkan sebuah firman Allah swt :
إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:89)
Lalu bagaimana dengan hati kita?
Apakah hati kita bersih atau terkunci oleh kotoran dan dosa-dosa?
Setiap manusia harus memiliki tujuan dan target dalam hidupnya agar ia tidak berjalan sia-sia. Dan target harian yang harus selalu kita perhatikan setiap hari adalah menjaga kebersihan hati. Karena kita ingin menjadi yang disebut oleh Allah swt :
تَرَىٰهُمۡ رُكَّعٗا سُجَّدٗا يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗاۖ
“Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya.” (QS.Al-Fath:29)
Maka tiada momen yang lebih indah dari berbagi kebaikan dengan niat yang tulus. Maka jadikan setiap momen dalam hidupmu menjadi momen yang terindah dengan :
1. Selalu berniat baik.
2. Selalu berprasangka baik.
3. Selalu berbuat kebaikan.
4. Pasrah dan tawakal kepada Allah swt sebagai Penciptamu dan yang mengatur semua urusanmu.
5. Dan yakinilah bahwa disetiap kesulitan pasti ada kemudahan. Dan setiap kesabaran pasti ada pahala.
6. Dan jangan lupa untuk selalu berdoa dan bermunajat kepada Allah yang selalu merindukan permohonanmu dan tidak memberimu kecuali yang terbaik.
Apabila kehidupan kita dipenuhi dengan hal-hal diatas maka kita berharap akan kembali kepada Allah seperti ayat yang telah disebutkan :
يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ – إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ
“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS.Asy-Syu’ara:88-89)
Semoga bermanfaat
RENUNGAN TAHAJUD
Jumat
09 Des 2022
15 Jim awwal 1444
Dengarkan Panggilan Hatimu
– Setiap manusia selama fitrahnya masih “sehat”, maka di dalam dirinya ada penegur dan pemberi nasehat yang selalu menegur dan mengingatkannya ketika melenceng dari jalan kebenaran.
Al-Qur’an menyebutnya “Nafsul Lawwamah”, Allah Swt berfirman :
وَلَآ أُقۡسِمُ بِٱلنَّفۡسِ ٱللَّوَّامَةِ
“Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).” (QS.Al-Qiyamah:2)
Penegur yang ada di hati seorang mukmin adalah jalan baginya untuk mengambil langkah kebaikan dan menjauhi semua bentuk keburukan dan kedzaliman.
Jiwa inilah yang membuatnya selalu merasa dibawah pengawasan dan perhatian Allah Swt dalam setiap kondisi.
إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا
“Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS.An-Nisa’:1)
وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Hadid:4)
Sebagaimana pula penegur yang ada di dalam hati seorang mukmin menguatkan keyakinan tentang Malaikat yang selalu mencatat setiap amal yang ia lakukan. Dan semua yang tercatat itu kelak akan disodorkan kepada pelaku masing-masing dan ia akan membacanya sendiri.
وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ – كِرَامٗا كَٰتِبِينَ – يَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ
“Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (amal perbuatanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Infithar:10-12)
وَكُلَّ إِنسَٰنٍ أَلۡزَمۡنَٰهُ طَٰٓئِرَهُۥ فِي عُنُقِهِۦۖ وَنُخۡرِجُ لَهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ كِتَٰبٗا يَلۡقَىٰهُ مَنشُورًا – ٱقۡرَأۡ كِتَٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبٗا
“Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS.Al-Isra’:13)
Penegur yang ada di hati seorang mukmin adalah yang membuatnya bahagia ketika berbuat baik dan gundah ketika berbuat keburukan. Rasulullah Saw pernah bersabda tentang hal ini :
“Jika keburukanmu membuatmu sedih dan kebaikanmu membuatmu bahagia maka engkau adalah seorang mukmin.”
Sayyidina Muhammad bin Ali Al-Jawad pernah berpesan :
“Seorang mukmin memerlukan tiga perangai : Taufiq dari Allah, penegur dari hatinya dan mau menerima nasehat orang yang menasehatinya.”
Semoga bermanfaat
Renungan Tahajud
Kamis,
14 Rob awwal 1444
08 Des 2022
DO'A MEMOHON AGAR TERHINDAR DARI MATI MENGERIKAN
عَنْ أَبِي الْيَسَرِ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي ، وَالْهَدْمِ ، وَالْغَرَقِ ، وَالْحَرِيقِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا.
Dari Abul Yasar ia berkata, ‘Dahulu Rasulullah Saw. berdoa :
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari terjatuh dari tempat yang tinggi, dari tertimpa bangunan (termasuk terkena benturan keras dan tertimbun tanah longsor), dari tenggelam, dan dari terbakar. Aku juga berlindung kepada-Mu dari campur tangan syetan ketika akan meninggal. Aku juga berlindung kepada-Mu dari meninggal dalam keadaan lari dari medan perang. Aku juga berlindung kepada-Mu dari meninggal karena tersengat hewan beracun"
(HR. al-Nasa’i No. 5531, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani)
☪ Rasululullah Saw. mengajarkan bahwa ketika bayang-bayang musibah yang menakutkan datang silih berganti menghampiri kita, Beliau ajarkan bahwa betapa pentingnya berdoa memohon perlindungan kepada Allah Swt. dari kematian yang mengerikan. Dengan doa, hati menjadi tentram, menyandarkan segala harapan kepada Yang Maha mengabulkan, sekaligus memupus rasa takut dan was-was dari setan.
☪ Barangkali di antara kita ada yang bertanya-tanya, bukankah dalam hadits banyak disebutkan bahwa mati karena tenggelam, terbakar, dan tertimpa bangunan akan mengantarkan seseorang meraih status syahid di akhirat ? Lalu kenapa kita dianjurkan untuk berlindung darinya.
🌙 Imam Ath Thibi Rahimahullah menjelaskan :
"Bahwa hal-hal yang disebutkan asalnya adalah musibah, antara syahid di medan perang dengan syahid karena musibah di atas sangat berbeda. Karena syahid di medan perang itu diharap-harap. Sedangkan syahid dengan jatuh dari tempat tinggi, terbakar, dan tenggelam, itu tidak dicari-cari. Kalau seseorang berusaha bunuh diri dengan cara-cara tadi, malah dihukumi berdosa."
☪ Ketika kita sudah berdoa dengan adab yang terbaik, namun masih saja mengalami kecelakaan atau mati dalam keadaan yang mengerikan, setidaknya kita sudah melakukan amal yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. dan dicatat amal shaleh kita oleh malaikat.
Karena hanya Allah Swt. yang bisa mengendalikan semua kecelakaan dan kematian yang mengerikan, jika semua itu terjadi, mungkin itu memang yang terbaik menurut cara-Nya, bukan menurut cara manusia.
🌙 Allah SWT berfirman :
"Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(QS. Al-Baqarah/2, Ayat : 216)
☪ Semoga Allah Swt. menghindarkan kita dari kematian yang mengerikan dan semoga Allah Swt. mematikan kita dalam keadaan husnul khotimah.
Allahumma Aamiin
SEMOGA BERMANFAAT
Sumber :
IRM@S - SUKOH@RJO
RENUNGAN TAHAJUD
Rabu,
13 Rob akhir 1444
07 Des 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Pelajaran Mutiara Ilmu Dari Hatim Al A’sham
Syaqiq al-Balkhi bertanya kepada muridnya, Hatim al-A’sham, “Berapa lama kamu telah belajar kepadaku?”
Hatim menjawab: “Sudah selama 33 tahun.”
Syaqiq bertanya lagi, “Apa yang kamu pelajari dariku selama itu?”
Hatim menjawab, “Ada delapan perkara.”
Syaqiq berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Aku habiskan umurku bersamamu selama itu dan kamu tidak belajar kecuali delapan perkara?!”
Hatim menjawab, “Guru, aku tidak belajar selainnya. Sungguh aku tidak bohong.”
Syaqiq kemudian berkata lagi, “Coba jelaskan kepadaku apa yang sudah kamu pelajari.”
Murid (Hatim) menjawab:
Pertama, “Ketika aku memperhatikan makhluk yang ada di dunia ini, aku melihat masing-masing mempunyai kekasih, dan ia ingin selalu bersama kekasihnya bahkan hingga ke dalam kuburnya, tetapi ketika dia sudah sampai di kuburnya, kekasihnya justru berpaling darinya. Ia pun merasa kecewa karena kekasihnya tidak lagi dapat bersama masuk ke dalam kuburnya dan berpisah dengannya. Karena itu aku ingin menjadikan amal kebaikan yang menjadi kekasihku, sebab jika aku masuk kubur, maka semua amal kebaikan akan ikut bersamaku.”
Kedua, “Saya memperhatikan (merenungkan) firman Allah:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (٤٠)فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (٤١)
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (Qs. An-Nazi’at: 40-41)
Maka saya berusaha keras untuk meneguhkan diri dalam menundukkan hawa nafsu, hingga nafsu saya mampu tegar atau tenang (tidak goyah) diatas ketaatan kepada Allah.”
Ketiga, “Saya memperhatikan manusia, dan saya amati masing-masing memiliki sesuatu yang berharga, yang dia menjaganya agar barang tersebut tidak hilang. Kemudian saya membaca firman Allah:
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (Qs. An-Nahl: 96)
Oleh karena itu, apabila setiap aku memiliki sesuatu yang berharga dan bernilai, segera saja aku serahkan kepada Allah, agar milikku terjaga bersama-Nya dan tidak hilang (agar kekal di sisi Allah).”
Keempat, “Saya memperhatikan manusia dan saya ketahui masing-masing mereka membanggakan hartanya, pangkatnya (kedudukannya) dan nasabnya (keturunannya). Kemudian aku memperhatikan firman Allah:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (Qs. Al-Hujurat: 13)
Maka aku berbuat dalam koridor takwa (aku kerjakan konsekuensi takwa), hingga menjadikan aku di sisi Allah, sebagai orang yang mulia.”
Kelima, “Saya memperhatikan manusia dan (saya tahu) mereka saling mencela dan mengumpat antara satu dan lainnya. Saya tahu masalah utamanya di sini adalah sifat iri hati (dengki). Maka saya kemudian memperhatikan firman Allah:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (Qs. Az-Zukhruf: 32)
Maka saya kemudian meninggalkan sifat iri hati dan menghindar dari banyak orang, karena saya tahu bahwa pembagian rejeki itu benar-benar dari Allah, yang menjadikanku tidak patut memusuhi dan iri kepada orang lain.”
Keenam, “Ketika kupandangi makhluk yang ada di dunia ini, ternyata mereka suka berbuat kedurhakaan dan berperang satu sama lain, akupun kembali kepada firman Allah:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu).” (Qs. Fathir: 6)
Maka aku tinggalkan permusuhan diantara manusia, karena itu setan kupandang sebagai musuhku satu-satunya dan akupun sangat berhati-hati kepadanya, karena Allah menyatakan setan adalah musuhku.”
Ketujuh, “Saya memperhatikan manusia, maka saya melihat masing-masing diantara mereka memasrahkan jiwanya dan menghinakan diri mereka sendiri dalam mencari rezeki. Bahkan ada diantara mereka yang berani melihat kepada firman Allah:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang menanggung rizkinya.” (Qs. Hud: 11)
Saya kemudian menyadari bahwa saya adalah salah satu dari makhluk melata, sehingga Allah pasti akan menanggung rezekinya. Maka saya menyibukkan diri dengan apa yang menjadi hak Allah dan saya tinggalkan hak saya atas Allah. (Saya meninggalkan apa-apa yang tidak dibagikan kepadaku).”
Kedelapan, “Saya memperhatikan manusia, maka saya lihat masing-masing dari mereka menyerahkan diri (bertawakkal) kepada sesama makhluk (orang ataupun barang). Ada yang menyandarkan hidupnya kepada sawah ladangnya, sebagian karena perniagaannya, sebagian karena hasil karya produksinya, sebagian lain karena kesehatan badannya dan simpanannya/tabungannya. Maka saya melihat kepada firman Allah:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan mencukupi (keperluan)-nya.” (Ath-Thalaaq: 3)
Maka saya kemudian menyerahkan diri dan mempercayakan semuanya kepada Allah karena Dia akan mencukupi segala keperluanku.
Mendengar pernyataan-pernyataan Hatim, sang guru yaitu Imam Syaqiq al-Balkhi mendo’akannya, “Semoga Allah memberi berkah kepadamu…!”
Refrensi :
~> Ditulis ulang dari buku Jadilah Dokter Muslim Sejati, halaman 247-274, karya Djoko Kuswanto, penerbit Wafa Press
Semoga bermanfaat.
RENUNGAN TAHAJUD
Selasa,
11 Jumadil awwal 1444
06 Des 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Serakah akan Membunuh Diri Sendiri
Serakah termasuk penyakit hati yang tercela dan tidak sehat, karena hati orang serakah tidak pernah tenang, puas dan selalu merasa kekurangan.
Karena itu, bisa terdorong berbuat buruk, misalnya menipu, mencuri, manipulasi, korupsi, dan sebagainya, untuk memenuhi nafsu serakahnya terhadap harta dan kedudukan.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ مِثْلَ وَادٍ مَالاً لأَحَبَّ أَنَّ لَهُ إِلَيْهِ مِثْلَهُ ، وَلاَ يَمْلأُ عَيْنَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya manusia memiliki lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan harta yang banyak semisal itu pula. Mata manusia barulah penuh jika diisi dengan tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6437)
Bahwa ketamakan manusia terhadap harta dan jabatan pasti akan merusak agamanya. Maka ketika agama sudah rusak akan berakibat fatal terhadap kehidupan dunia dan akhiratnya.
Ketamakan manusia kepada harta dan kepemimpinan akan membawa kepada kezholiman, kebohongan dan perbuatan keji. Bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ
Dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat tamak manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya.”
(Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2376; Ahmad (III/456, 460);
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Ini adalah permisalan yang agung yang diumpamakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kerusakan agama seorang muslim akibat rakus terhadap harta dan kedudukan dunia dan bahwa kerusakannya tidak lebih berat dari rusaknya kambing yang dimangsa oleh dua ekor serigala lapar.”
Allah Ta’ala, berfirman:
إِنَّمَآ أَمْوٰلُكُمْ وَأَوْلٰدُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun 64: Ayat 15)
Dengan demikian, maka serakah merupakan sifat cinta dunia. Sifat serakah mendatangkan banyak kerusakan, baik kerusakan pribadi, keluarga, masyarakat dan yang terbesar adalah kerusakan yang menimpa keagamaan seseorang disebabkan dunia lebih dicintai dari segalanya
Semoga bermanfaat
Mau mendapat artikel Renungan Tahajud 👉
RENUNGAN TAHAJUD
Senin,
10 Jum awwal 1444
05 Des 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
SYUKUR BUKAN KUFUR
Dikisahkan, pada suatu hari Rasulullah SAW pergi keluar rumah. Di tengah jalan, beliau bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. “Mengapa kalian keluar rumah,” tanya Nabi. Jawab mereka, “Tak ada yang membuat kami keluar rumah selain rasa lapar.”
Rasulullah SAW sendiri pergi keluar rumah juga karena lapar. Lalu, beliau mengajak dua sahabatnya itu datang ke rumah seorang sahabat bernama Abu Ayyub al-Anshari.
Sang tuan rumah, Abu Ayyub, bergembira ria oleh kedatangan tamu-tamu yang sangat dihormatinya itu. Abu Ayyub menyuguhkan roti, daging, kurma basah dan kering (tamar).
Setelah mereka menyantap suguhan itu, Nabi SAW dengan mata berkaca-kaca berkata, “Kenikmatan ini akan ditanya oleh Allah kelak di hari Kiamat.” (HR Muslim, Thabrani, dan Baihaqi).
Kisah ini mengajarkan kepada kita kewajiban syukur atas berbagai kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, baik kecil maupun besar.
Dengan syukur dan mengingat Allah Sang Pemberi nikmat maka kegiatan yang tampaknya sepele, seperti makan dan minum, dapat bernilai ibadah dan menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada Allah SWT (min alwan al-tha’ah).
Air mata Nabi, dalam kisah ini, bisa dipahami sebagai ekspresi keprihatinan beliau atas kenyataan bahwa manusia pada umumnya kurang bersyukur, tetapi kufur nikmat.
Kalau kenikmatan kecil-kecilan saja seperti makan dan minum wajib disyukuri, bagaimana dengan kenikmatan yang besar-besar seperti nikmat iman, kesehatan, dan kekayaan (yang berlimpah)?
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu siarkan.” (QS al-Dhuha [93]: 11).
Menurut pakar tafsir al-Ishfahani, syukur bermakna mengerti dan menyadari nikmat, lalu menampakkannya melalui zakat, infak, dan sedekah.
Syukur juga berarti mempergunakan nikmat sesuai maksud dan tujuan diberikannya nikmat itu.
Maka, pemberian fasilitas negara untuk pelaksanaan tugas tak boleh diselewengkan untuk keperluan pribadi dan golongan. Ini salah satu bentuk kekufuran.
Syukur juga bermakna mengembangkan nikmat (potensi baik) agar tumbuh dan berkembang lebih produktif.
Maka, sikap pembiaran terhadap kekayaan alam dan budaya kita yang melimpah sebagai anugerah Allah, merupakan bentuk kekufuran yang lain lagi.
Kita semua disuruh bersyukur, bukan kufur. Namun, pada kenyataannya, tak semua orang pandai bersyukur.
Menurut Imam Ghazali, agar menjadi manusia yang penuh syukur, kita harus sadar bahwa semua anugerah dan nikmat yang kita miliki sejatinya datang dan berasal dari Allah.
Konglomerat seperti Qarun menjadi kufur, karena merasa semua kekayaannya yang sangat besar itu diperoleh karena kehebatannya sendiri.
Ketika ditanya tentang kekayaannya, Qarun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". (QS al-Qashash [28]: 78).
Berlainan dengan Qarun, Nabi Sulaiman AS, dengan kuasa dan kekayaan yang jauh lebih besar, justru menyandarkan semua kuasa dan kekayaannya itu kepada Allah SWT semata.
“Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (kufur) akan nikmat hu-Nya.” (QS al-Naml [27]: 40). Maka, bersyukurlah, bukan kufur! Wallahu a`lam
Semoga bermanfaat
Bergabung GWA BEDAK 👉
RENUNGAN TAHAJUD
Ahad,
09 Jum awwal 1444
04 Des 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Penghuni Neraka dan Penduduk Surga yang Diungkap Rasulullah
Dalam banyak hadits Rasulullah SAW telah menginformasikan tentang orang-orang yang akan menghuni surga dan neraka.
Di antara hadits tersebut terdapat hadits yang menjelaskan bahwa orang-orang yang akan menghuni surga adalah orang-orang lemah dan mengalami penindasan ketika berada di dunia.
Sementara orang yang akan menghuni neraka yaitu adalah orang-orang yang justru membela atau mendukung kebatilan. Orang tersebut juga kasar dan sombong semasa hidupnya.
Keterangan ini dapat ditemukan dalam Shahih Bukhari, dalam Fath al-Bari nomor 4918 dan di Al Alamiyah nomor 4537. Berikut redaksi persis haditsnya;
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَعْبَدِ بْنِ خَالِدٍ قَالَ سَمِعْتُ حَارِثَةَ بْنَ وَهْبٍ الْخُزَاعِيَّ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ma'bad bin Khalid ia berkata, aku mendengar Haritsah bin Wahb Al Khuza'i ia berkata, aku mendengar Nabi bersabda:
"Maukah kalian aku beritahukan mengenai penghuni surga? Yaitu setiap orang lemah dan ditindas, yang sekiranya dia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah mengabulkannya. Dan maukah kalian aku beritahukan mengenai penghuni neraka? Yaitu setiap yang beringas membela kebatilan, kasar lagi sombong
Semoga bermanfaat
Bergabung GWA BEDAK 👉
RENUNGAN TAHAJUD
Sabtu,
08 Jum.Awwal 1444
03 Nov 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Dahsyatnya Kekuatan Doa
ALHAMDU LILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah dan hanya kembali kepada-Nya. Dialah Allah, Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha BIjaksana.
Tiada yang patut disembah selain Dia, tiada yang pantas dijadikan sandaran selain Dia. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.
Saudaraku, ada kekuatan yang luar biasa yang membuat air laut bisa terbelah. Ada kekuatan yang sungguh luar biasa yang membuat kobaran api menjadi dingin. Ada kekuatan yang sangat dahsyat yang membuat bulan terbelah dua. Ada kekuatan luar biasa yang menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa yang tak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Kekuatan apakah itu? Itulah kekuatan doa.
Siapapun yang serius menggunakan kekuatan doa, inilah orang yang beruntung. Karena kekuatan doa itu dahsyat sekali. Karena yang dituju dan diandalkan dengan sebuah doa itu adalah Dzat Yang Maha Kuasa.
Ikhtiar jika tidak hati-hati, maka seseorang akan memiliki pola pikir mengandalkan dirinya sendiri. Keberhasilan akan membuatnya berbangga diri dan tinggi hati, dan kegagalan akan membuatnya mudah frustasi.
Oleh sebab itu kita perlu selalu menyertai ikhtiar dengan doa, sejak sebelum, sedang dan setelah ikhtiar. Mengapa? Supaya yang kita andalkan hanyalah Allah Swt. Karena tidak ada sesuatu apapun yang keluar dari kekuasaan Allah Swt.
Allah Swt. berfirman, "Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah!" lalu jadilah ia." (QS. Al Baqoroh [2] : 117)
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak akan terjadi melainkan atas izin Allah Swt. Ikhtiar kita tidak akan mencapai hasil jika Allah tidak mengkhendaki. Pun demikian sebaliknya, kegagalan tidak akan kita temui jikalau Allah tidak mengkhendaki.
Allah Swt. berfirman, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al Baqoroh [2] : 186)
Dalam ayat-Nya yang lain Allah Swt. berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al Mumin [40] : 60)
Allah Swt. tidak hanya mengetahui masalah kita, tidak hanya mengetahui jalan keluar masalah kita, namun Allah Maha Mengetahui berbagai kebutuhan kita.
Allah yang memerintahkan kita untuk berdoa kepada-Nya dan Allah berjanji untuk memenuhi doa kita. Bahkan pada ayat yang disebutkan terakhir, Allah mengiringi perintah berdoa dengan petunjuk untuk mewaspadai kesombongan.
Orang yang enggan berdoa adalah orang yang sombong. Sedangkan kesombongan adalah awal dari malapetaka yang besar.
Marilah kita menggiatkan diri untuk berdoa kepada Allah. Iringi setiap kesungguhan ikhtiar kita dengan doa yang sungguh-sungguh pula kepada Allah Swt.
Tiada kejadian apapun yang akan terjadi kecuali hanya atas kehendak-Nya. WAllahualam bishowab
Semoga bermanfaat
RENUNGAN TAHAJUD
Selasa,
06 Jum awwal 1444
01 Des 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tabayyun yang Sering Dilupakan
Tabayyun adalah salah satu ajaran Islam yang sudah dikenalkan sejak zaman Rasulullah SAW.
Dalam dunia modern seperti saat ini tabayyun bisa diartikan sebagai cek dan ricek atas sebuah kabar yang beredar. Ironinya kini banyak umat Islam yang justru melupakan pentingnya tabayyun.
Tak jarang, demi ingin disebut sebagai pihak pertama yang memberikan informasi, seseorang dengan gampangnya membagikan kabar tanpa tabayyun atau melakukan cek dan ricek tentang kebenarannya.
Kabar dengan cepat menyebar dari satu WhatsApp Group ke WA Group lainnya, juga kadang hingga di berbagai media sosial.
Puluhan bahkan mungkin ratusan orang dengan cepat mendapatkan informasi tersebut. Jika informasi yang disebar adalah sebuah kebenaran, tentu tak jadi soal.
Bakal menjadi masalah ketika informasi tersebut tidak benar dan bahkan cenderung ke arah fitnah, akibatnya bisa sangat fatal.
Sering kita mendengar sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Ini bukan sekadar ungkapan, tetapi ada dalilnya yakni firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 191
وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ
"Fitnah itu bahayanya lebih besar dari pembunuhan."
Begitu bahayanya fitnah tentu membuat kita umat Islam harus lebih hati-hati jika ingin menyebar sebuah informasi di media sosial, WhatsApp Group atau perangkat teknologi yang lain.
Kini bukan lagi sekadar jaga mulut, karena mulutmu adalah harimaumu tetapi juga tahan jempolmu, sebab jika sembrono bisa membahayakanmu.
Di zaman teknologi modern seperti saat ini, tabayyun bukan suatu perkara yang sulit. Kuncinya terletak pada kemauan kita umat Islam untuk melakukan cek dan ricek akan sebuah informasi.
Dan perlu diingat bahwa tabayyun adalah perintah Allah SWT dalam Al Quran di surat Al Hujarat ayat 6.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Di dalam tafsir Al-Mukhtashar disebutkan melalui surat Al Hujarat ayat 6 Allah SWT memperingatkan orang-orang beriman dari kabar yang dibawa oleh orang fasik.
Seorang yang beriman harus memastikan kebenaran kabar itu sebelum mempercayai dan menyebarkannya.
Tujuannya agar kabar ini tidak menjerumuskan mereka ke dalam perbuatan zalim terhadap orang yang tidak bersalah, sehingga mereka menjadi menyesal karena sifat terburu-buru.
Ada sebuah cerita di masa Rasulullah SAW. Ketika itu seorang bernama Abdullah bin Ubay menyebarkan fitnah atas diri Aisyah RA istri Rasulullah SAW.
Dengan cepat rumor tentang Aisyah itu beredar di kalangan penduduk Madinah dan meresahkan Rasulullah SAW serta para sahabat.
Disebutkan dalam sejumlah riwayat, Rasulullah SAW pun sempat bimbang dengan adanya rumor tersebut. Hingga akhirnya sebulan setelah rumor beredar, Allah SWT menunjukkan kebenaran untuk membantah fitnah Abdullah bin Ubay atas diri Aisyah istri Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat An Nur ayat 12
لَّوْلَآ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا۟ هَٰذَآ إِفْكٌ مُّبِينٌ
Artinya: Mengapa di saat kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata".
Dalam Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah disebutkan bahwa semestinya orang-orang beriman ketika mendengar ucapan para pembawa berita bohong itu hendaklah mengukur hal itu pada diri mereka sendiri. Apabila hal itu tidak mungkin terjadi pada mereka, sudah barang tentu mustahil lagi terjadi pada Aisyah RA sang Ummul Mukminin.
Disebutkan dalam sebuah riwayat, Abu Ayyub al-Anshari pernah ditanya istrinya tentang rumor mengenai Aisyah RA. "Apakah kamu telah mendengar apa yang dikatakan orang-orang tentang 'Aisyah?" tanya istri Abu Ayyub.
Abu Ayyub pun menjawab, "Ya, aku telah mendengarnya, dan itu adalah berita bohong. Apakah mungkin kamu akan melakukan hal seperti itu hai Ummu Ayyub?"
Istri Abu Ayyub menjawab, "demi Allah, itu tidak mungkin aku lakukan."
Abu Ayyub berkata, "demi Allah, sungguh Aisyah lebih baik dan lebih suci darimu, itu semua hanyalah kebohongan dan tuduhan batil."
Berdoa dan berlindung kita kepada Allah SWT agar diberi kekuatan untuk menghindari perbuatan fitnah dan terhindar dari berbagai macam fitnah.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Artinya: "Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah al-masikh ad-Dajjal" (Hadits riwayat Imam Muslim dari Anas dan Abu Hurairah).
Wallahu a'lam bish-shawabi
Semoga bermanfaat
RENUNGAN TAHAJUD
Rabu,
05 Rob akhir 1444
30 Nov 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
KEMATIAN SELALU ADA DI SEBELAH KITA
Beberapa wak tu terakhir, baik tv maupun social media kita dipenuhi dengan berita kematian.
Pada dasarnya kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia ataupun jin, hewan ataupun makhluk-makhluk lain, baik lelaki atau perempuan, tua ataupun muda, baik orang sehat ataupun sakit.
Seperti dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran : 185).
Semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti akan mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang dikehendaki tetap hidup pasti akan hidup.
Dan sebab apapun yang datang menghampiri tidak akan membahayakan yang bersangkutan sebelum ajalnya tiba karena Allah Ta’ala telah menetapkan dan menakdirkannya hingga batas waktu yang telah ditentukan. Tidak ada satupun umat yang melampaui batas waktu yang telah ditentukan.
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).
Berdasarkan hadits riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, "Mati mendadak suatu kesenangan bagi seorang mukmin dan penyesalan bagi orang durhaka."
Hadist tentang kematian bisa datang kapan saja tanpa diduga ini mengartikan seorang mukmin sudah mempunyai bekal dan persiapan dalam menghadapi maut setiap saat, sedangkan orang durhaka tidak.
Berbekallah dan sungguh sebaik-baik bekal taqwa, semoga kita semua menjadi orang-orang pilihan Allah SWT untuk menginjakan kaki di surga-NYA. Perbaiki diri dan perbanyak amalan-amalan maka kelak kita akan selaLu dijalan Allah SWT.
Sebaik-baik bekal untuk perjalanan ke akhirat adalah takwa, yang berarti “menjadikan pelindung antara diri seorang hamba dengan siksaan dan kemurkaan Allah yang dikhawatirkan akan menimpanya, yaitu (dengan) melakukan ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya.” (Ucapan Imam Ibnu Rajab dalam kitab Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 196))
Maka balasan akhir yang baik hanyalah Allah peruntukkan bagi orang-orang yang bertakwa dan membekali dirinya dengan ketaatan kepada-Nya, serta menjauhi perbuatan yang menyimpang dari agama-Nya. Balasan akhir yang baik (yaitu Surga) bagi orang-orang yang bertakwa
Semoga bermanfaat
RENUNGAN TAHAJUD
Selasa,
05 Jum awwal 1444
29 Nov 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ingat Mati
Bagian 2 (selesai)
Keempat, Siapa yang mati mulai saat itulah kiamatnya, tidak ada lagi waktu untuk beramal.
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ كَانَ الأَعْرَابُ إِذَا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَأَلُوهُ عَنِ السَّاعَةِ مَتَى السَّاعَةُ فَنَظَرَ إِلَى أَحْدَثِ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ فَقَالَ «إِنْ يَعِشْ هَذَا لَمْ يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ قَامَتْ عَلَيْكُمْ سَاعَتُكُمْ»
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Orang-orang kampung Arab jika datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka bertanya tentang hari kiamat, kapan datangnya, lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melihat kepada seorang yang paling muda dari mereka, kemudian beliau bersabda: “Jika hidup pemuda ini dan tidak mendapati kematian, maka mulai saat itulah kiamat kalian datang.” (HR. Muslim).
المغيرة بن شعبة رضي الله عنه: أيها الناس إنكم تقولون: القيامة، القيامة؛ فإن من مات قامت قيامته.
Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian mengucapkan: “Kiamat, kiamat…maka ketahuilah, siapa yang mati mulai saat itulah dibangkitkan kiamat dia.” (Lihat kitab Al Mustadrak ‘Ala majmu’ al Fatawa, 1/88).
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang demikian itu, karena seorang manusia jika mati, maka dia masuk ke dalam hari kiamat, oleh sebab itulah dikatakan: ‘Siapa yang mati mulailah kiamatnya, setiap apa yang ada sesudah kematian, maka sesungguhnya hal itu termasuk dari hari akhir. Jadi, alangkah dekatnya hari kiamat bagi kita, tidak ada jaraknya antara kita dengannya, melainkan ketika sesesorang mati, kemudian dia masuk ke kehidupan akhirat, tidak ada di dalamnya kecuali balasan atas amal perbuatan. Oleh sebab inilah, harus bagi kita untuk memperhatikan poin penting ini.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).
Kelima, Dengan mengingat mati melapangkan dada, menambah ketinggian frekuensi ibadah
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أكثروا ذكر هاذم اللذات: الموت، فإنه لم يذكره في ضيق من العيش إلا وسعه عليه، ولا ذكره في سعة إلا ضيقها”
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’.
Ad Daqqaq rahimahullah berkata,
“من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة” تذكرة القرطبي : ص 9
Artinya: “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah” (Lihat kitab At Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al Akhirah, karya Al Qurthuby).
Keenam, Dengan mengingat mati seseorang akan menjadi mukmin yang cerdas berakal, mari perhatikan riwayat berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”, beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”, orang ini bertanya lagi: “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal”. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Ibnu Majah).
Ketujuh, Hari ini yang ada hanya beramal tidak hitungan, besok sebaliknya.
Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ.
Artinya: “Dunia sudah pergi meninggalkan, dan akhirat datang menghampiri, dan setiap dari keduanya ada pengekornya, maka jadilah kalian dari orang-orang yang mendambakan kehidupan akhirat dan jangan kalian menjadi orang-orang yang mendambakan dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) yang ada hanya amal perbuatan dan tidak ada hitungan dan besok (di akhirat) yang ada hanya hitungban tidak ada amal.” (Lihat kitab Shahih Bukhari)
Semoga bermanfaat
RENUNGAN TAHAJUD
Senin,
04 jum awwal 1444
28 Nov 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ingat Mati
Bag 1
Bagi yang masih hidup perbanyaklah mengingat kematian ….. karena ……
Pertama, Mengingat mati adalah ibadah yang sangat dianjurkan.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ.
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi).
Kedua, Maut kapan saja bisa menghampiri dan tidak akan pernah keliru dalam hitungannya, maka jauhilah perbuatan dosa dari kesyirikan, bid’ah dan maksiat lainnya.
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ}
Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al A’raf: 34).
{وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا} [المنافقون : 11]
Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila. datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Munafiqun: 11).
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).
Ketiga, Maut tidak ada yang mengetahui kapan datangnya melainkan Allah Ta’ala semata, tetapi dia pasti mendatangi setiap yang bernyawa, maka jauhilah hal-hal yang tidak bermanfaat selama hidup.
( كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ) [آل عمران : 185]
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari. kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185).
(إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ) [لقمان: 34 ]
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34).
InsyaAlloh bersambung
Semoga bermanfaat
RENUNGAN TAHAJUD
Ahad,
03 Jum awwal 1444
27 Nov 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Keutamaan Taubat
Semua manusia yang hidup di dunia ini penuh dengan dosa, tidak ada satupun dari kita yang luput dari dosa.
Rosululloh SAW bersabda dalam sebuah hadits “Setiap Bani Adam adalah khoto’, semua manusia pasti melakukan dosa, seandainya manusia tidak akan melakukan dosa maka akan digantikan dengan generasi yang lain, Allah SWT akan ganti dengan umat yang berdosa dan mau beristighfar untuk memohon ampun pada Allah SWT”
Lalu, bagaimana keutamaan ibadah yang paling agung? Ibadah paling agung adalah ibadah hati. Ibadah yang amat sangat dicintai Allah yaitu taubat kepada Allah SWT.
Berikut ini adalah tiga keutamaan taubat:
Pertama, Orang yang bertaubat akan dicintai Allah SWT. Dalam sebuah hadits “sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri”.
Kita tahu bagaimana kita terkadang malas untuk bertaubat, terkadang kita merasa karena dosa yang kita lakukan terlalu banyak, maka kita malas beristighfar dan bertaubat kepada Allah SWT.
Dan itulah yang selalu dibisikan oleh iblis agar kita tidak bertaubat kepada Allah SWT agar kita tidak mau kembali dan beristighfar kepada Allah SWT.
Dalam banyak hadits, disebutkan bagaimana Allah SWT sangat senang dan sangat mencintai hambanya yang mau bertaubat.
Bahkan suatu ketika Rosululloh ketika mengatakan pada sahabat, ada seorang ibu yang kehilangan anaknya, maka ketika seorang ibu bertemu dengan anaknya, sesungguhnya Allah lebih cinta kepada hamba yang bertaubat daripada si ibu yang kehilangan anaknya.
Dlam hadits yang lain juga dikatakan bahwasanya bagaimana kisah seorang hamba yang ketika di tengah perjalanan, di tengah padang pasir lalu dia bersama unta atau tunggangannya diam-diam membawakan segala makanan dan berbagai macam keperluan, lalu tiba-tiba tunggangannya hilang, dia sudah pasrah, dia menganggap dirinya sudah pasti mati di tengah jalan, lalu tiba-tiba unta tersebut kembali kepadanya.
Dan begitu senangnya seorang hamba tersebut sehingga dia mengatakan Alhamdulillah kata Rosul dengan begitu bahagianya hingga ia salah menyampaikan bahwa engkau adalah hambaku dan aku tuhanmu, Tapi Allah SWT lebih bahagia dari hamba tersebut. Dari poin pertama ini, kita belajar bahwa agar dicintai Allah SWT maka bertaubatlah.
Kedua, Dengan taubat, maka Allah akan menghapuskan dosa-dosa. Allah akan menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu dan apa yang telah kita lakukan.
Dalam hadits, Nabi mengatakan “orang yang bertaubat dari dosa, maka ia seperti saver, tidak ada dosa sama sekali”
Masih ingatkah dengan kisah seorang yang membunuh 100 hamba? Ia telah membunuh 99 manusia, lalu dia datang kepada seorang ahli ibadah yang tidak memiliki ilmu, Lalu dia menanyakan “Apakah ada pintu ruangku untuk bertaubat?”
Terkadang, banyak pelaku maksiat ingin bertaubat, ketika ia datang kepada ahli ibadah yang ilmunya kurang. Lalu si ahli ibadah ini berfatwa dengan perasaannya, “kamu tidak ada pintu taubat”. Mendengar fatwa tersebut, lalu ia membunuh ahli ibadah itu, hingga ia telah membunuh 100 orang.
Lalu ia datang lagi kepada ahli ilmu, dia mengatakan bahwa Allah SWT masih menerima taubatmu, hingga akhirnya dia meninggal dunia dan Allah SWT menghapuskan dosa-dosanya.
Seorang hamba tidak boleh putus asa meski telah berbuat maksiat dan berbuat dosa, karena Allah SWT akan menghapus dosa hambanya yang mau bertaubat dan beristighfar.
Ketiga, Allah akan memberikan bonus kepda hambanya yang suka bertaubat kepada Allah SWT, diantaranya bonus dunia dan akhirat.
Bonus dunia, bonus dunia tersebut luar biasa yang mungkin kita jarang mengetahuinya.
Ajaran Nabi Nuh, ketika umatnya ingkar, maka istighfarlah kepada Allah SWT dan bertaubatlah kamu kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan menurunkan kepada kalian hujan, dan diberikan kepada kalian harta, keturunan, kebun-kebun, dan air.
Lalu, apakah umat Nabi Nuh bertaubat? Lalu Allah SWTpun mendatangkan hujan, namun hujan azab bukan hujan rahmat.
Ketika ada orang yang datang mengeluh pada Hasan Al Basri, “Ya Hasan, saya tidak dikaruniai anak, ia pun menjawab maka istighfarlah kepada Allah SWT, saya tidak dikarunia harta benda serta kekurangan?
Maka iapun menjawab lagi, istighfarlah kepada Allah SWT. Kemudian datang orang yang lain lagi, di kampung kami jarang diturunkan hujan, maka iapun kembali menjawab maka istighfarlah kepada Allah SWT”.
Tidak ada musibah atau apapun melainkan karena dosa-dosa yang kita lakukan. Tidak ada kesulitan hidup atau musibah yang terjadi pada diri seseorang melainkan karena dosa-dosa yang telah kita lakukan.
Adapun bonus yang terakhir adalah bonus akhirat yaitu Allah akan memberikan bonus surga. Surga untuk hamba-hambaNya yang mau bertaubat kepada Allah SWT.
Tidakkah misalkan kita lihat di dunia, bagaimana Allah SWT sayang kepada hambanya dan Dia berikan surga, dia berdosa dia bertaubat dan Allah SWT berikan surga, kalau di dunia manusia, kita tidak bisa lihat manusia seperti itu, mungkin kita mengumpat, memfitnah, mengadu domba dan bahkan mengambil hartanya, kita minta maaf, mungkin dia maafkan, mungkin dia menghina dulu lalu dia mau maafkan, tapi tidak mungkin dia bilang “…nih bawa mobil, uang, atau pesawat untuk dibawa pulang, tentu tidak”.
Tapi, bagaimana Allah SWT mencintai hambanya?, disamping memberikan bonus dunia tapi juga memberikan bonus akhirat yaitu surganya Allah SWT.
Semoga kita termasuk orang-orang yang bertaubat dan beristighfar kepada Allah SWT. Marilah kita mengamalkan apa yang dikatakan Rosululloh SAW, maka amalkanlah doa ini:
“Allohummaghfir-Lii Wa Tub ‘Alayya Innaka Antat Tawwabur Rohiim”
artinya “Ya Allah, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Dan mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang selalu bertaubat dan beristighfar pada Allah SWT, sehingga kita menjadi manusia yang sukses dunia dan akhirat
Semoga bermanfaat
RENUNGAN TAHAJUD
Sabtu,
02 Jum awwal 1444
26 Nov 2022
بـــــــسم اللّـــــــه
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Hati-hati dengan Lisan
Seringkali lisan ini tergelincir mengucapkan kata-kata kotor, mencela orang lain, membicarakan orang lain padahal dia tidak senang untuk diceritakan, bahkan seringkali lisan ini mengucapkan kata-kata yang mengandung kesyirikan dan kekufuran.
Harusnya setiap muslim mengoreksi diri dalam setiap tingkah lakunya, apalagi dalam perkara lisannya, yang begitu enteng mengucapkan sesuatu karena keluar dari lidah yang tak bertulang.
Ingatlah saudaraku, setiap yang kita ucapkan, mencakup perkataan yang baik, yang buruk juga yang sia-sia akan selalu dicatat oleh malaikat yang setiap saat mengawasi kita.
Seharusnya kita selalu merenungkan ayat berikut agar tidak serampangan mengeluarkan kata-kata dari lisan ini.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18).
Ucapan dalam ayat ini bersifat umum. Oleh karena itu, bukan perkataan yang baik dan buruk saja yang akan dicatat oleh malaikat, tetapi termasuk juga kata-kata yang tidak bermanfaat atau sia-sia. (Lihat Tafsir Syaikh Ibnu Utsaimin pada Surat Qaaf)
Kita dapat melihat contoh ulama yang selalu menjaga lisannya bahkan sampai dalam keadaan sakit.
Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan sakit. Kemudian beliau merintih karena sakit yang dideritanya. Lalu ada yang berkata kepadanya (yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan sakit juga dicatat (oleh malaikat).”
Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad langsung diam, tidak merintih. Beliau takut jika merintih sakit, rintihannya tersebut akan dicatat oleh malaikat. (Silsilah Liqo’at Al Bab Al Maftuh, 11/5)
Lihatlah saudaraku, bentuk rintihan seperti ini saja dicatat oleh malaikat, apalagi ketergelinciran lisan yang lebih dari itu.
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Tidak ada yang lebih pantas dipenjara dalam waktu yang lama melainkan lisanku ini.
Di Antara Ketergilincaran Lisan
[Pertama] Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa
Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan! Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’.
Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti ini. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah.
Mencaci waktu, angin, dan hujan, pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa. Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)
[Kedua] Seringnya Berdusta
Hal ini juga sering dilakukan oleh kita saat ini. Dalam mu’amalah saja seringkali seperti itu. Hanya ingin mendapat untung yang besar, seorang tukang bangunan rela berdusta. Harga semennya sebenarnya 30 ribu, namun tukang tersebut mengatakan pada juragannya bahwa harganya 40 ribu.
Begitu juga dalam mendidik anak, seringkali juga muncul perkataan dusta. Ketika seorang anak merengek, menangis terus-terusan.
Untuk mendiamkannya, sang Ibu spontan mengatakan, “Iya, iya, nanti Mama akan belikan coklat di warung. Sekarang jangan nangis lagi.”
Setelah anaknya diam, ibunya malah tidak memberikan dia apa-apa. Kelakuan ibu ini juga secara tidak langsung telah mengajarkan anaknya untuk berdusta.
Jadi jangan salahkan anaknya, jika dewasa nanti, anaknya malah yang sering membohongi orang tuanya.
Saudaraku, bentuk pertama dan kedua ini sama-sama berkata dusta. Ingatlah bahwa perbuatan semacam ini termasuk ciri-ciri kemunafikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga : jika berkata, dia dusta; jika berjanji, dia menyelisinya; dan jika diberi amanat, dia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah di antara dua bentuk ketergelinciran lisan dan masih banyak sekali bentuk yang lainnya.
Berpikirlah Sebelum Berucap
Hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim)
Ulama besar Syafi’iyyah, An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, ”Ini merupakan dalil yang mendorong setiap orang agar selalu menjaga lisannya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‘Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, selayaknya setiap orang yang berbicara dengan suatu perkataan atau kalimat, hendaknya merenungkan dalam dirinya sebelum berucap.
Jika memang ada manfaatnya, maka dia baru berbicara. Namun jika tidak, hendaklah dia menahan lisannya.
Itulah manusia, dia menganggap perkataannya seperti itu tidak apa-apa, namun di sisi Allah itu adalah suatu perkara yang bukan sepele.
Allah Ta’ala berfirman, “Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur [24] : 15)
Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar.
Dengan Lisan, Seseorang Bisa Ditinggikan Derajatnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu.” (HR. Bukhari)
Ketinggian derajat di sini bisa diperoleh jika lisan selalu diarahkan pada perkara kebaikan, di antaranya dengan berdo’a, membaca Al Qur’an, berdakwah di jalan Allah, mengajarkan orang lain di majelis ilmu dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain, ketinggian derajat tersebut bisa diperoleh dengan mengarahkan lisan pada perkara-perkara yang Allah ridhoi. (Lihat Nashihatu Linnisa’, hal. 20)
Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menjaga lisan ini dan mengarahkannya kepada hal-hal yang dirihoi oleh Allah. Amin Ya Mujibad Da’awat.
Semoga bermanfaat